JAKARTA - Pengertian mudharabah merupakan konsep penting dalam perbankan syariah yang menggambarkan bentuk kerja sama antara dua pihak melalui sebuah akad.
Dalam pelaksanaannya, akad ini harus memenuhi rukun dan ketentuan tertentu agar sah dan sesuai dengan prinsip syariah.
Apabila akad mudharabah dilakukan tanpa memperhatikan aturan-aturan tersebut, maka akad tersebut tidak dianggap valid.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami secara mendalam pengertian mudharabah, termasuk konsep dasar, jenis, serta syarat dan ketentuannya.
Pemahaman ini khususnya bermanfaat bagi mereka yang ingin menjalankan tabungan berbasis syariah, agar transaksi yang dilakukan benar-benar sesuai dengan prinsip yang berlaku.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut, seseorang bisa memastikan bahwa kerja sama yang terjalin dalam mudharabah berjalan secara sah dan menguntungkan bagi semua pihak.
Pengertian Mudharabah
Proses peminjaman, penyediaan modal, atau pembiayaan merupakan layanan utama yang ditawarkan oleh bank syariah untuk mendukung kebutuhan nasabahnya. Salah satu metode pembiayaan yang menarik adalah melalui skema mudharabah.
Pengertian mudharabah sendiri berasal dari kata Arab “dharaba” yang berarti “memukul” atau “berjalan,” yang secara khusus menggambarkan aktivitas seseorang saat menjalankan usaha atau bisnis.
Dalam praktiknya, mudharabah merupakan perjanjian kerja sama bisnis antara dua pihak, di mana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahibul maal) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib).
Pembagian hasil dari usaha ini didasarkan pada kesepakatan awal antara kedua belah pihak. Jika terjadi kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian pengelola, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal.
Namun, bila kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian pengelola, maka pengelola harus menanggung kerugian tersebut.
Konsep mudharabah ini menandai pergeseran dari model ekonomi yang hanya mengutamakan kepentingan pemegang saham, menuju sistem yang menitikberatkan keseimbangan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Filosofi mudharabah selaras dengan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam, terutama muamalat iktisadi, yang menekankan pada keseimbangan antara kepentingan manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lain.
Prinsip ekonomi Islam ini dibangun atas dasar akidah, keadilan, kesejahteraan, persaudaraan, dan tanggung jawab, serta menjauhkan praktik riba dan bunga.
Sistem ini mendukung pembagian keuntungan dan kerugian secara adil sesuai kesepakatan, serta menegakkan prinsip zakat dan keuangan halal.
Secara etimologis, mudharabah merujuk pada perjalanan berdagang (“Ad Dharbu Fil Ardhi”) dan menggambarkan kerja sama berbasis bagi hasil (syirkah).
Dalam Al-Qur’an, meskipun istilah mudharabah tidak disebutkan secara eksplisit, kata-kata yang berkaitan dengan “dharaba” muncul berulang kali, menegaskan legitimasi akad ini.
Misalnya, sinonimnya, “qiradh,” merujuk pada modal yang dipinjam dan keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan.
Dalam praktiknya, akad mudharabah melibatkan pemilik modal yang menyediakan dana dan pengelola yang menjalankan usaha. Pembagian keuntungan dan penanggungan kerugian mengikuti aturan yang telah disepakati dalam kontrak.
Keabsahan transaksi ini juga didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis yang menekankan pentingnya menepati perjanjian dan keadilan dalam muamalah.
Secara keseluruhan, dasar-dasar mudharabah mengacu pada prinsip-prinsip agama, sistem keadilan, dan utilitas yang membedakannya dari ekonomi konvensional.
Dengan demikian, mudharabah menjadi instrumen efektif untuk menghindari praktik riba dan membangun sistem keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Jenis Mudharabah
Berdasarkan Mudharabah sebelumnya, kontrak mudharabah dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu Mudharabah Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah, yang dapat dijelaskan dari sudut pandang kegiatan perdagangan sebagai berikut:
Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan bentuk investasi tanpa batasan khusus. Dalam hal ini, pengelola dana (Mudharib) memiliki kebebasan penuh untuk mengelola modal yang diberikan dan mengambil keputusan apapun selama usahanya menghasilkan keuntungan.
Dalam praktik perbankan syariah, Mudharabah Mutlaqah tercermin dalam kerjasama antara bank dan nasabah sebagai Mudharib yang menjalankan usaha yang sah dan produktif, atau memiliki keahlian khusus.
Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan dana tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi (nisbah) yang telah disepakati bersama. Produk yang menggunakan skema ini misalnya adalah Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah adalah jenis investasi dengan batasan tertentu. Artinya, modal hanya dapat digunakan untuk usaha atau kegiatan yang secara spesifik disebutkan dalam kontrak, sehingga tidak semua aktivitas usaha diperbolehkan menggunakan dana tersebut.
Pemilik modal memiliki hak untuk menetapkan ketentuan dan syarat tertentu dalam memilih kegiatan usaha yang akan dibiayai.
Dalam praktik perbankan, Mudharabah Muqayyadah biasanya melibatkan kerjasama antara pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pihak pengelola untuk berinvestasi pada proyek-proyek tertentu yang disetujui oleh para investor.
Pembagian hasil keuntungan juga dilakukan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Syarat dan Rukun Mudharabah
Kalau seseorang ingin menjalankan mudharabah, ada beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi supaya transaksi itu dinyatakan sah. Syarat-syarat tersebut merupakan ketentuan yang harus ada sejak awal saat melakukan rukun mudharabah.
Oleh karena itu, penting untuk memahami baik syarat maupun rukunnya agar dapat memastikan apakah pelaksanaan akad tersebut sudah benar atau belum.
Rukun mudharabah ini wajib diketahui dan dijalankan, sebab jika salah satu rukunnya tidak terpenuhi, akad mudharabah bisa menjadi tidak sah. Berikut ini adalah rukun-rukun mudharabah beserta kriteria pelaksanaannya:
Adanya Pemilik Modal dan Pengelola
Rukun pertama adalah adanya dua pihak, yaitu pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib), yang harus memenuhi kriteria kecakapan hukum berikut:
- Berusia dewasa, biasanya di atas 18 tahun
- Tidak mengalami gangguan jiwa atau kehilangan kesadaran
- Tidak berada dalam status pengampuan
- Tidak dilarang oleh peraturan hukum yang berlaku
Terjadinya Ijab Qabul
Setelah kedua pihak memenuhi syarat rukun pertama, mereka harus melakukan ijab dan qabul sebagai tanda persetujuan dalam akad mudharabah. Ketentuan ijab qabul mudharabah meliputi:
- Kedua pihak secara tegas menyebutkan tujuan akad saat ijab qabul
- Penawaran dan penerimaan modal dilakukan secara bersamaan dengan pembuatan kontrak mudharabah
- Akad mudharabah bisa dibuat dalam bentuk tertulis, komunikasi surat-menyurat, atau metode modern lainnya
Tersedianya Modal
Modal menjadi salah satu syarat utama mudharabah dan harus memenuhi kriteria agar akadnya dianggap sah:
- Jenis dan jumlah modal harus diketahui oleh kedua pihak
- Modal dapat berupa uang atau barang dengan nilai yang bisa ditentukan secara jelas
- Modal tidak boleh berupa piutang mudharabah
- Saat modal diserahkan, pengelola (mudharib) harus menerima modal tersebut secara langsung
Adanya Keuntungan
Keuntungan dalam mudharabah adalah selisih harta dari hasil usaha yang melebihi modal yang dikeluarkan. Syarat keuntungan dalam rukun mudharabah meliputi:
- Keuntungan harus dialokasikan bagi kedua pihak
- Jumlah keuntungan harus diketahui secara jelas oleh pemilik dan pengelola modal
- Persentase pembagian keuntungan harus tercantum secara eksplisit dalam kontrak, misalnya dengan klausul yang menyatakan bahwa pemilik modal mendapatkan 1/3 bagian keuntungan dan pengelola memperoleh 2/3 bagian keuntungan
Ketentuan Mudharabah
Setelah memahami definisi mudharabah beserta syarat dan rukunnya, secara umum terdapat ketentuan yang jelas mengaturnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, agar mudharabah dinilai sah, terdapat aturan tertentu yang harus dipatuhi.
Kerjasama pembiayaan usaha melalui mudharabah harus memenuhi sejumlah kriteria berikut:
- Dana diberikan oleh pemilik modal (shahibul maal) kepada pihak lain untuk menjalankan usaha yang produktif. Contohnya, pemilik modal bisa berupa Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
- LKS bertanggung jawab membiayai seluruh kebutuhan bisnis, sementara pengelola atau mudharib mengelola usaha tersebut menggunakan dana yang diberikan.
- Ketentuan mengenai jangka waktu, mekanisme pengembalian dana, serta pembagian keuntungan dalam akad mudharabah harus disepakati secara jelas dan transparan oleh kedua belah pihak.
- LKS tidak ikut mengelola perusahaan atau menangani keuangan pengelola, namun memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas usaha tersebut.
- Ketentuan mengenai modal dan pembagian keuntungan dalam mudharabah wajib memenuhi seluruh rukun yang telah ditetapkan.
- LKS menanggung seluruh risiko kerugian dalam usaha mudharabah, kecuali kerugian yang muncul akibat kelalaian, kesengajaan, atau pelanggaran dari pihak pengelola (mudharib). Dalam kasus tersebut, pengelola harus menanggung biaya operasional usahanya sendiri.
- Pembiayaan yang diberikan kepada mudharib tidak wajib disertai jaminan, namun jaminan dapat digunakan sebagai upaya untuk mencegah risiko wanprestasi dari pengelola.
- Prosedur pembiayaan, persyaratan pihak-pihak yang terlibat, dan hal-hal terkait lainnya telah diatur oleh LKS berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berlaku.
Apabila LKS tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak, maka pengelola (mudharib) berhak mengajukan klaim ganti rugi atas biaya yang sudah dikeluarkannya.
Modal dan Bagi Hasil Mudharabah
Dalam penerapannya, modal dan pembagian hasil menjadi elemen krusial yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan mudharabah antara kedua pihak.
Kedua pihak ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai keberhasilan tersebut. Pemahaman mengenai mudharabah juga mencakup aspek perhitungan modal serta pembagian hasil.
Modal yang digunakan untuk menjalankan usaha harus memenuhi kriteria yang telah diatur dalam rukun mudharabah.
Ketika kriteria ini terpenuhi, maka bentuk dan jumlah modal akan jelas, sehingga pembagian keuntungan pun dapat ditentukan dengan pasti.
Apabila modal berupa barang atau aset yang nilainya tidak dapat ditentukan secara pasti, maka nilai tersebut berpotensi berubah di masa depan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam pembagian hasil dan keuntungan.
Berdasarkan rukun mudharabah, pembagian hasil juga harus dilakukan sesuai ketentuan sebagai berikut:
- Objek pembagian hasil adalah keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan oleh pengelola (mudharib) menggunakan dana pembiayaan milik pemilik modal (shahibul maal).
- Pengelola wajib membagikan keuntungan secara berkala sesuai dengan periode yang telah disepakati sebelumnya.
- Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tidak berhak menerima pembagian hasil apabila terjadi kerugian atau kegagalan yang bukan disebabkan oleh kesalahan dari pengelola.
Apabila kerugian atau kegagalan terjadi karena kelalaian atau wanprestasi dari pengelola, maka hal tersebut akan menjadi hutang yang harus ditanggung oleh pengelola kepada LKS.
Sebagai penutup, pengertian mudharabah adalah kerja sama investasi antara pemilik modal dan pengelola usaha dengan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.