JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan peringatan keras terhadap meningkatnya jumlah kejahatan di sektor keuangan, menyebut bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat penipuan keuangan digital. Fenomena ini dinilai sangat mengkhawatirkan karena jumlah laporan yang masuk ke OJK setiap harinya mencapai ratusan, dengan total kerugian yang sangat besar.
“Artinya, Indonesia sedang dalam tahapan sangat bahaya terhadap penipuan yang terjadi,” kata Hudiyanto, Ketua Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) OJK.
Lonjakan Laporan Penipuan Setiap Hari
Menurut data dari Indonesia Anti Scam Center, saat ini tercatat rata-rata 718 laporan masyarakat masuk setiap harinya terkait dugaan penipuan di sektor keuangan. Angka ini disebut dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan negara lain, dan menjadi indikator bahwa Indonesia kini menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan digital finansial.
Sejak Januari hingga Juni 2025, jumlah laporan masyarakat yang masuk ke OJK telah mencapai lebih dari 153.000 kasus, dengan estimasi total kerugian sebesar Rp3,2 triliun.
“Rata-rata, terdapat 718 laporan setiap hari. Jumlah itu, dua hingga tiga kali lipat dibandingkan negara lain,” ungkap Hudiyanto.
Modus Penipuan Semakin Canggih
Hudiyanto menjelaskan, modus penipuan yang digunakan semakin beragam dan canggih, mengikuti perkembangan teknologi. Salah satu modus paling umum adalah pengiriman tautan mencurigakan melalui SMS, WhatsApp, atau email, yang dirancang untuk mencuri data pribadi dan informasi keuangan korban.
“Tautan itu menjadi pintu masuk bagi penipu untuk mencuri data-data dari pemilik rekening bank. Kita harus waspada, tidak sembarang nge-klik kalau ada SMS atau email atau mungkin lewat WhatsApp,” ujarnya mengingatkan.
Biasanya, pesan-pesan tersebut menyamar sebagai informasi penting dari institusi keuangan, seperti permintaan verifikasi akun, konfirmasi transaksi, atau undangan untuk klaim hadiah.
Upaya Mitigasi OJK: Blokir Puluhan Ribu Rekening
Dalam upaya menekan angka penipuan, OJK melalui Satgas PASTI telah melakukan berbagai langkah preventif dan represif. Salah satunya adalah dengan memblokir sebanyak 54.000 rekening bank yang terindikasi terlibat dalam aktivitas penipuan digital.
Pemblokiran rekening tersebut dilakukan bekerja sama dengan lembaga perbankan dan otoritas penegak hukum, dengan tujuan untuk menghentikan aliran dana hasil kejahatan dan memutus mata rantai kejahatan digital.
Kepolisian Ungkap Kasus Internasional
Di sisi lain, Kepolisian Republik Indonesia juga mencatat adanya peningkatan signifikan dalam kejahatan siber yang melibatkan sektor keuangan. Bahkan, pelaku penipuan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
AKBP Reonald Simanjuntak, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Metro Jaya, mengatakan bahwa dalam salah satu pengungkapan terbaru, aparat kepolisian berhasil menangkap dua warga negara Malaysia yang menjalankan operasi penipuan lintas negara.
“Pengungkapan kasus illegal access dan pemalsuan dokumen elektronik ini dilakukan dengan metode SMS blasting palsu, yang mengatasnamakan beberapa bank swasta maupun BUMN,” jelas Reonald.
Dua WNA asal Malaysia yang ditangkap adalah OKH (53 tahun) dan CY (29 tahun). Mereka diketahui menggunakan perangkat Fake BTS (Base Transceiver Station palsu) untuk menyebarkan pesan phishing secara masif ke ribuan nomor ponsel di Indonesia.
Modus Baru: Teknologi Fake BTS
Penggunaan Fake BTS menjadi salah satu metode terbaru dan berbahaya dalam aksi penipuan digital. Perangkat ini dapat memalsukan sinyal operator resmi, sehingga memungkinkan pelaku mengirimkan pesan langsung ke ponsel target tanpa melalui jaringan operator sesungguhnya.
Melalui teknik ini, pelaku menyamar sebagai institusi resmi, termasuk bank dan lembaga pemerintah, untuk mengelabui korban agar memberikan informasi penting seperti OTP (one-time password), PIN, atau nomor kartu debit/kredit.
Imbauan untuk Masyarakat: Waspada dan Bijak Digital
Menanggapi maraknya penipuan, OJK dan pihak kepolisian sama-sama menyerukan agar masyarakat lebih bijak dan waspada dalam menggunakan layanan digital, terutama dalam menerima dan mengakses tautan atau pesan mencurigakan.
“Kami minta masyarakat untuk jangan asal klik tautan, meski mengatasnamakan bank atau institusi resmi. Jika ragu, segera konfirmasi langsung ke layanan pelanggan resmi,” tegas Hudiyanto.
OJK juga terus mendorong literasi keuangan dan literasi digital agar masyarakat dapat lebih memahami risiko kejahatan digital dan langkah pencegahan yang bisa dilakukan.
Upaya Terpadu Perlu Ditingkatkan
Dengan melihat tren peningkatan kejahatan digital di sektor keuangan, OJK menilai perlu adanya koordinasi nasional yang lebih kuat antara lembaga pemerintah, otoritas keuangan, perbankan, dan aparat penegak hukum untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan ini.
Selain itu, regulasi perlindungan data pribadi juga dinilai perlu ditegakkan secara lebih tegas agar para pelaku dapat dijerat dengan hukuman yang berat.