Baterai Listrik

Indonesia Targetkan Masuk Lima Besar Produsen Baterai Listrik Dunia

Indonesia Targetkan Masuk Lima Besar Produsen Baterai Listrik Dunia
Indonesia Targetkan Masuk Lima Besar Produsen Baterai Listrik Dunia

JAKARTA — Pemerintah Indonesia menargetkan menjadi salah satu dari lima besar produsen baterai kendaraan listrik (EV) dunia pada 2040. Target ambisius ini disampaikan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Edy Junaedi, saat membuka Indonesia ESG Forum 2025 di Jakarta.

"Kami menargetkan Indonesia menjadi top lima negara penghasil baterai kendaraan listrik dan top dua negara penghasil baja nirkarat," ujar Edy Junaedi.

Ambisi tersebut merupakan bagian integral dari strategi besar hilirisasi mineral, terutama nikel, yang menjadi bahan utama baterai kendaraan listrik. Indonesia, dengan cadangan nikel yang sangat besar, menempatkan diri sebagai pemain utama dalam peta industri baterai dunia.

Hingga 2040, investasi hilirisasi nikel diproyeksikan mencapai US$ 127,9 miliar. Investasi ini diperkirakan akan menciptakan sekitar 357.000 lapangan kerja baru, meningkatkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga US$ 43,2 miliar, dan menambah devisa ekspor sekitar US$ 21 miliar.

Proyek hilirisasi nikel sudah berjalan sejak pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih nikel mentah melalui UU Nomor 3 Tahun 2020. Dampaknya terlihat dari pertumbuhan investasi sektor mineral dan batubara yang hingga triwulan III 2024 telah menembus Rp 514,8 triliun, dengan 194 proyek minerba terealisasi dan tambahan kapasitas pengolahan nikel mencapai 44.959 KTPA.

"Pada periode 2025-2045, pemanfaatan nikel akan difokuskan untuk produksi baterai EV, komponen kendaraan listrik, dan stainless steel," tegas Edy. Hal tersebut mendukung visi Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8% dan mencapai target realisasi investasi sebesar Rp 1.095 triliun pada 2025.

Indonesia tidak hanya mengandalkan pengolahan nikel mentah, tetapi juga membangun ekosistem industri baterai kendaraan listrik yang lengkap. Beberapa proyek strategis, seperti pabrik baterai di Karawang hasil kolaborasi Hyundai-LG-IBC dan investasi produsen baterai asal China (CATL), menunjukkan langkah konkret pengembangan industri baterai EV nasional.

Pemerintah mengembangkan skema hilirisasi terintegrasi dari hulu ke hilir, mulai dari penambangan, pengolahan nikel dengan teknologi HPAL, produksi prekursor dan katoda, hingga perakitan sel baterai. BKPM mencatat bahwa potensi investasi hilirisasi nikel hingga 2040 dipatok sebesar US$ 127,9 miliar.

Namun, pengembangan industri baterai di Indonesia juga menghadapi tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan harga nikel global yang fluktuatif, sehingga mempengaruhi keekonomian pembangunan smelter HPAL. Pemerintah didorong untuk memperkuat kebijakan fiskal seperti tax holiday, fasilitas pembebasan bea masuk, serta insentif lain agar investor tetap tertarik menanamkan modal di Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia Battery Corporation (IBC), konsorsium BUMN yang terdiri dari Antam, MIND ID, Pertamina, dan PLN, menjadi ujung tombak integrasi pengembangan industri baterai nasional. IBC diharapkan mampu membangun rantai pasok dari hulu ke hilir, termasuk fasilitas daur ulang baterai untuk mendukung prinsip ekonomi sirkular.

Total kapasitas produksi awal IBC dirancang untuk mencapai puluhan gigawatt-jam per tahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika.

Guna mendukung percepatan target tersebut, pemerintah dan dunia usaha harus bersinergi dengan sejumlah inisiatif, antara lain:

Penguatan ekosistem pertambangan nikel dengan larangan ekspor bijih mentah dan percepatan pembangunan smelter.

Pembangunan pabrik baterai oleh konsorsium internasional (Hyundai-LG, CATL).

Penyesuaian skema fiskal dan regulasi agar investasi lebih menarik.

Kolaborasi erat antara BUMN dan swasta melalui IBC.

Penyerapan tenaga kerja dalam negeri dan peningkatan ekspor sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.

Menurut Edy, proses hilirisasi ini tidak hanya mendatangkan investasi semata, tetapi juga membangun fondasi kemandirian industri nasional agar mampu bersaing di pasar global.

"Target lima besar produsen baterai listrik dunia bukan sekadar ambisi retorik, melainkan bagian dari strategi nasional untuk mengubah Indonesia menjadi salah satu pusat industri energi masa depan," ujar Edy.

BKPM menegaskan bahwa target investasi tersebut penting untuk memanfaatkan momentum Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar dunia. Dengan strategi tepat, regulasi mendukung, insentif fiskal yang menarik, dan kolaborasi antarpemangku kepentingan, Indonesia diyakini dapat merealisasikan ambisi tersebut.

Dengan peta jalan yang jelas, Indonesia optimistis mampu mewujudkan visi besar menjadi lima besar produsen baterai kendaraan listrik dunia pada 2040 mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index